Blog Archive

Peran Dunia Internasional Dalam Penyelesaian Konflik Indonesia - Belanda Lengkap

Peran Dunia Internasional Dalam Penyelesaian Konflik Indonesia - Belanda Lengkap - Update atikel baru kali ini Mtpelajaran.com akan membahas tentang peran dunia internasional dalam penyelesaian konflik Indonesia - Belanda. Belanda memiliki 2 Peran didunia internasional yaitu:

a. Peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB)
b. Peranan Konferensi Asia dan Resolusi Dewan Keamanan PBB

Berikut Penjelasan tentang Peran Dunia Internasional dalam penyelesaikan Konflik Indonesia-Belanda:

A. Peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa

Masuknya kembali Belanda ke Indonesia dengan membocengi Sekutu ternyata berakibat konflik yang berkepanjangan antara Indonesia dengan Belanda. Untuk itu bangsa Indonesia berjuang dengan cara diplomasi maupun kekuatan senjata. Pada tanggal 25 Maret 1947 Indonesia dan Belanda menandatangani Persetujuan Linggajati

Persetujuan Linggajati. Meskipun persetujuan Linggajati ditandatangani, namun hubungan antara Indonesia dengan Belanda semakin memburuk. Belanda melakukan pelanggaran terhadap persetujuan Linggajati maupun perjanjian gencatan yang diadakan sebelumnya dengan melancarkan agresi militer terhadap pemerintahan Indonesia pada tingga1 21 Juli 1947. Kota-kota di Sumatera maupun Jawa digempur dengan pasukan bersenjata lengkap dan modern. Pada tanggal 29 Juli 1947 Pesawat Dakota VT-CLA yang mernbawa obat-obatan dan Singapura sumbangan Palang Merah Malaya (Malaysia) kepada Indonesia ditembak oleh pesawat Belanda di Yogyakarta. Gugur dalam peristiwa ini di antaranya :

1.      Komodor Muda UdaraA. Adisutjipto
2.      Komodor Muda Udara Dr. Abdurrahman Saleh.

Bagaimana reaksi dunia luar terhadap tindakan Belanda yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Indonesia tersebut? Pada tanggal 31 Juli 1947 India dan Australia mengajukan masalah Indonesia- Belanda ini kepada Dewan Keamanan PBB. Dalam Sidang Dewan Keamanan pada tanggal 1 Agustus 1947 dikeluarkan resolusi yang mengajak kedua belah pthak untuk menghentikan tembak menembak, menyelesaikan pertikaian melalui perwasitan (arbitrase) atau dengan cara damai yang lain. Menindak lanjuti ajakan PBB untuk penyelesaian dengan cara damai, maka Republik Indonesia menugaskan Sutan Syahrir dan H. Agus Salim sebagai duta yang berbicara dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Sutan Syahrir menyatakan bahwa untuk mengakhiri konflik antara Indonegia dengan Belanda jalan atu-satunya adalah pembentukan Komisi Pengawas dalam pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan. Ditambahkan pula agar Dewan Keamanan menerima usul Australia secara keseluruhan dan penarikan pasukan Belanda ke tempat kedudukan sebelum agresi militer. Usul ini didukung oleh Rusia dan Polandia. Di samping itu Rusia juga mengusulkan pembentukan Komisi
Pengawas gencatan senjata. Usul di atas didukung oleh:

1.      Amerika Serikat,
2.      Australia,
3.      Brazilia,
4.      Columbia,
5.      Polandia,
6.      Suriah

Tetapi diveto Perancis, sebab dianggap terlalu menguntungkan Indonesia. Pada tanggal 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB menerima usul Amerika Serikat tentang pembentukan Komisi Jasa-Jasa Baik (Committee of Good Offices) untuk membantu menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda. Komisi inilah yang kemudian dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN), yang terdiri atas:

a. Australia (diwakili oleh Richard C. Kirby), atas pilihan Indonesia,
b. Belgia (diwakili oleh Paul Van Zeeland), atas pilihan Belanda,
c. Amerika Serikat (diwakili oleh Dr. Frank Porter Graham), atas pilihan Australia dan Belgia.

Pada tanggal 27 Oktober 1947 KTN tiba di Jakarta untuk melaksanakan tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, KTN mengalami kesulitan karena Indonesia maupun Belanda tidak mau bertemu di wilayah yang dikuasai pihak lainnya. Akhirnya KTN berhasil mempertemukan Indonesia-Belanda dalam suatu perundingan yang berlangsung pada tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal perang Amerika Serikat “Renville” yang berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan perundingan Renville. Akibat dan perundingan Renville wilayah Ri semakin sempit dan kehilangan daerah-daerah yang kaya karena diduduki Belanda.

2. Peranan Konferensi Asia dan Resolusi Dewan Keamanan PBB

Konferensi Asia Afrika di Bandung
Konferensi Asia Afrika di Bandung

Aksi militer Belanda tanggal 21 Juli 1947 terhadap Republik Indonesia menimbulkan reaksi dunia luar. Inggris dan Amerika Serikat tidak setuju dengan tindakan Belanda itu, tetapi ragu-ragu turun tangan. Di antara negara yang tampil mendukung Indonesia adalah Autralia dan India.
Australia mendukung Indonesia karena ingin menegakkan perdamaian dan keamanan dunia sesuai dengan piagam PBB. Di samping itu Partai Buruh Australia yang sedang berkuasa sangat simpatik terhadap perjuangan kemerdekaan. Sedangkan India mendukung Indonesia karena solidaritas sama-sama bangsa

Asia juga senasib karena sebagai bangsa yang menentang penjajahan. Hubungan Indonesia dengan India terjalin baik terbukti pada tahun 1946 Indonesia menawarkan bantuan padi sebanyak 500.000 ton untuk disumbangkan kepada India yang sedang dilanda bahaya kelaparan. Sebaliknya India juga menawarkan benang tenun, alat-alat pertanian, dan mobil. Pada waktu Belanda melakukan aksi militernya yang kedua yakni pada tanggal 19 Desember 1948, Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru dan Perdana Menteri Birma (Myanmar) U Aung San memprakarsai Konferensi Asia. Konferensi  ini diselanggarakan di New Delhi dan tanggal 20 - 23 Januari 1949 yang dihadiri oleh utusan dari negara-negara Seperti :

    Afgarustan,
    Australia,
    Burma (Myanmar),
    Selandia Baru,
    dan Muangthai.


Wakil-wakil dan Indonesia yang hadir antara lain:

1.      Mr. A.A. Maramis,
2.      Mr. Utojo,
3.      Dr. Surdarsono, H. Rasjidi,
4.      Dr. Soemitro Djojohadikusumo.

Konferensi Asia tersebut menghasilkan resolusi yang kemudian disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB.

Isi resolusinya antara lain sebagal bérikut:

a. Pengembalian Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b. Pembentukan periritah ad interim yang mempunyai kemerdekaan dalam politik luar negeri, sebelum tanggal 15 Maret 1949;
c. Penarikan tentara Belanda dan seluruh Indonesia
d. Penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia Serikat paling lambat pada tanggal 1 Januari 1950.

Dengan adanya dukungan dan negara-negara di Asia, Afrika, Arab, dan Australia terhadap Indonesia, maka pada tanggal 28 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang disampaikan kepada Indonesia dan Belanda sebagai berikut:

    a. Mendesak Belanda untuk segera dan sungguh-sungguh menghentikan seluruh operasi militernya dan mendesak pemerintah RI untuk memerintahkan kesatuan-kesatuan gerilya supaya segera menghentikan aksi gerilya mereka.
    b. Mendesak Belanda untuk membebaskan dengan segera tanpa syarat Presiden dan Wakil Presiden beserta tawanan politik yang ditahan sejak 17 Desember 1948 di wilayah RI; pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta dan membantu pengembalian pegawai-pegawai RI ke Yogyakarta agar mereka dapat menjalankan tugasnya dalam suasana yang benar-benar bebas.
    c. Menganjurkan agar RI dan Belanda membuka kembali perundingan atas dasar persetujuan Linggarjati dan Renville, dan terutama berdasarkan pembentukan suatu pemerintah ad interim federal paling lambat tanggal 15 Maret 1949, Pemilihan untuk Dewan Pembuatan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Serikat selambat-Iambatnya pada tanggal 1 Juli 1949.
    d. Sebagai tambahan dan putusan Dewan Keamanan, Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia = Komisi PBB untuk Indonesia dengan kekuasaan yang lebih besar dan dengan hak mengambil keputusan yang mengikat atas dasar mayoritas. Tugas UNCI adalah:

    1.      Membantu melancarkan perundingan-perundingan untuk mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah Republik;
    2.      Untuk mengamati pemilihan dan berhak memajukan usul-usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu tercapainya penyelesaian.

Resolusi itu dirasa oleh bangsa Indonesia masih ada kekurangan yakni bahwa Dewan Keamanan PBB tidak mendesak Belanda untuk mengosongkan daerah-daerah RI selain Yogyakarta. Di samping itu Dewan Keamanan tidak memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap resolusinya. Akan tetapi, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai maka selalu menaati semua isi resolusi sepanjang sesuai dengan prinsip Indonesia Merdeka dan sikap berperang untuk mempertahankan diri.

Demikianlah pembahasan tentang peran dunia internasional dalam penyelesaian konflik Indonesia - Belanda lengkap dengan penjelasannya. Semoga bermanfaat.
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+