Pengertian Politik Etis Lengkap Dengan Sejarah dan Akibat/Dampak Politik Etis
Pengertian Politik Etis Lengkap Dengan Sejarah dan Akibat/Dampak Politik Etis - Update artikel baru kali ini Mtpelajaran.com akan membahas tentang pengertian politik etis, sejarah politik etis, akibat/dampak politik etis. Pengertian Politik Etis adalah Politik balas budi. Politik etis terjadi pada zaman penjajahan belanda, Politik etis muncul karena para rakyat indonesia dipekerjakan terus menerus tampa adanya imbalan-imbalan atau bayaran dan meraut keuntungan ditanah indonesia dengan mengeksploatasi kekayaan alam indonesia dengan memperkerjakan rakyat indonesia sehingga lama kelamaan para simpatisan mendukung rakyat indonesia untuk disejahterakan juga, sebagai pekerja dan ditambah dengan dukungan dari orang-orang belanda sehingga menamabah para simpatisan yang peduli pada saat itu lalu lahirlah wacana dari belanda yang mengemukakan tentang Politik etis.
Dalam perkembangannya politik etis sangat jelas terlihat bahwa politik etis yang diberikan belanda sangat pincang artinya berat sebelah atau sama saja, hanya menguntungkan belanda, tetapi para pekerja indonesia sudah puas diberi upah sedikit merasa sangat banyak. Untuk lebih lengkapnya simak pembahasan tentang sejarah politik etis berikut ini:
Sistem tanam paksa yang dijalankan oleh pemerintah kolonial dengan kekerasan untuk mengejar keuntungan yang berlimpah, ternyata tidak diterima baik oleh semua orang Belanda. Penderitaan rakyat yang tiada taranya karena pengorbanan tenaga, waktu, milik, bahkan martabatnya, untuk kepentingan penjajah asing, telah menggugah hati nurani sekelompok orang Belanda Mereka melancarkan kritik terhadap exploatasi rakyat Indonesia yang berlebih-lebihàn itu.
Exploatasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia yang dilakukan dengan sistim ekonomi liberal, ternyata tidak mengubah nasib rakyat. Perusahaan-perusahaan raksasa asing yang diperkenankan masuk dari Inggris, Amerika, Belgia. Cina, Jepang dan perusahaan-perusahaan Belanda sendiri sama-sama mengejar keuntungan yang tanpa batas tanpa memperhtikan kesejahteraan penduduk yang memberi keuntungan Ratusan juta gulden mengalir ke kantong kapitalis. Politik exploatasi itu juga menim bulkan kritik dari beberapa partai di Negeri Belanda, tetapi karena mereka sendiri terlibat dalam sistem itu maka kritik itu maknanya menjadi kabur.
Expansi yang dilakukan Belanda ke daerah-daerah yang belum dikuasainva menjelang akhir abad ke-19, tidak terlepas darii perkermbangan kapitalisme itu.
Dengan pesatnya perkembangan kapitalisme pada awal abad 20, seperti produksi gula yang naiknya berlipat dua antara tahun 1904 dan 1914, hasil produksi dan pembukaan daerah luar Jawa (perkebunan dan tambang) dari 74 menjadi 305 juta gulden, maka pertahanan daerah jajahan makin diperkuat.
Pemerintah kolonial dengan birokrasinya menjaga kepentingan-kepentingan modal sebaik-baiknya. Akibatnya ialah bawah tekanan terhadap rakyat semakin kuat, dan pembelaan haknya terhadap keganasan kapitalisme modern semakin lemah dan kemerosotan kesejahteraan hidup semakin pesat
Rakyat semakin kehilangan hak-miliknya yang utama, yaitu tanah, bahkan industri rakyat pun mulai terdesak ke belakang. Karena penderitan ini, lama kelamaan timbullah golongan buruh yang berkerja pada perkebunan pabrik dan tambang. Untuk menunjang pesanya kemajuan kapitalise itu menciptakan sarana-sarana bantu seperti pembuatan jalan raya, jalan kereta api, Bandar dan sarana-sarana telekomunikasi
Munculnya Politik Etis
Tumbuhnya kesadaran perikemanusiaan dalam hubungan kolonial, yang melahirkan keinginan untuk memperhatikan nasib rakyat pribumi menjadi program semua partai politik di Negeri Belanda. Pandangan itulah kemudian dikenalsebagai haluan etis, yang kemudian melahirkan politik etis adalah sebagai tanda alas budi atau berhutang budi terhadap bangsa Indonesia yang dikemukakan oleh belanda yang bernama Mr. C. Th Van Deventer sekitar tahun 1899, dan pada tahun 1900 pemerintah belanda menjalankan Politik etis tersebut
Politik ini kemudian didukung oleh Politik Asosiasi yang memandang perlunya kerjasama yang erat antara golongan Eropa dan rakyat pribumi untuk kemajuan tanah jajahan. Sudah tentu kemajuan yang dimaksud itu adalah dalam rangka sistem kolonial. Akhirnya sikap paternal (membapaki) dalam politik Kolonial mulai tampak dalam pidato takhta Ratu Belanda pada tahun 1901, di mana dinyatakan bahwa:
“Negeri belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan otonomi dari penduduk Hindia”.
Politik etis mulai dilaksanakan dengan pemberian bantuan sebesar 40 juta gulden .Begitulah selama periode antara tahun 1900-1914 pemerintah kolonial mulai memperhatikan aspirasi rakyat indonsia yang menginginkan emansipasi dan kemerdekaan. Dicarilah bentuk pemerintahan kolonia yang merupakan suatu sistem dimana Barat dan Timur dapat hidup berdampingan dan member kemungkinan untuk mempersatukan kedua unsure dalam suatu kesatuan politik. Juga terlihat selama periode tahun 1900-1925 banyak kemajuan serta perubahan. Bangunan-bangunan besar didirikan, kesemunya merupakan keharusan dalam kemajuan yang tidak dapat dielakkan atau harus dipenuhi pemerintah belanda dalam membalas budi bangsa Indonesia seperti :
a. Desentralisasi
b. Perubahan-Perubahan pemerintahan
c. Perbaikan Kesehatan rakyat,emigrasi ( transmigrasi )
d. Perbaikan pertanian dan peternakan
e. Pembangunan irigasi dan lalu lintas.
Pada tahun 1903 diumumkan Undang-Undang Desentralisasi yang menciptakan dewan-dewan lokal, yang mempunyai wewenang membuat peraturan-peraturan tentang pajak dan urusan-urusan bangunan umum ( Sekarang di kelolah Oleh PUTL). Pada tahun 1905 didirikan dewan kota di Jakarta, Jatinegara dan Bogor, dan sudah tentu mayoritas anggotanya orang Belanda. Dalam rangka desentralisasi ini, secara berangsur-angsur dibentuk provinsi dankabupaten sebagai daerah otonom.
Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut diadakanlah dinas pertanian, perikanan, kerajinan, kesehatan dan peternakan.
Pada bidang pendidikan dilakukan perluasan pengajaran pada tahun 1907. Dan sehubungan dengan perluasan aktivitas pemerintah kolonial, didirikanlah departemen-departemen baru. Departemen Pertanian (1904), Departemen Perusahaan-perusahaan Negara, yang pada tahun 1911 digabungkan menjadi Departemen Pertanian, Industri dan Perdagangan. Untuk meningkatkan kesehatan rakyat, dilakukan pemberantasan penyakit menular, seperti pes, kolera, malaria dan sebagainya. Untuk mengurangi penduduk pada daerah-daerah yang padat di Jawa, karena makin meluasnya daerah perkebunan dan bertambahnya penduduk, dilakukan transmigrasi. Mula-mula dan daerah Jawa Tengah ke ujung Jawa Timur untuk bekerja pada perkebunan tebu. Transmigran ke daerah luar Jawa dikirimkan sebagai tenaga kerja ke daerah-daerah perkebunan Sumatra Utara, khususnya di Deli, sedangkan tranmigran ke Lampung mempunyai tujuan untuk menetap. Sejak permulaan abad ini telah dilakukan perluasan pengajaran baik sekolah umum maupun kejuruan dalam berbagai tingkat.
Begitupun beberapa jenis perguruan tinggi dibuka seperti:
1. Perguruan pertanian di Bogor (1902)
2. Perguruan tinggi hukum (1909).
Pada masa ini sekolah swasta mulai tumbuh dan berkembang dengan pesat. Untuk meningkatkan pertanian, pemerintah membangun sistem irigasi yang luas, seperti irigasi Brantas di Jawa Timur. Untuk kepentingan petani dan rakyat kecil didirikan bank-bank kredit pertanian, bank padi, bank simpanan dan rumah-rumah gadai. Koperasi juga didirikan, tetapi kurang mendapat kemajuan. Meskipun usaha ini tidak berhasil mendorong produksi pribumi, tetapi telah berhasil mendidik rakyat mengenai penggunaan uang.
Meskipun pemerintah telah dapat melaksanakan pembangunan di berbagai bidang akan tetapi oleh karena Tujuan terutama sekali adalah untuk kepentingan induk dan kaum kapitalis Belanda, hasilnya tidak begitu terasa oleh rakyat. Bahkan kehidupan rakyat semakin tergantung kepada pengusaha pemilik modal sebagi penyewa tanah dan tenaganya. Tingkat kehidupan ekonomi rakyat tetap renda. Perbedaan di bidang ekonomi, sosial dan politik antara golongan asing dengan golongan pribumi sangat besar. Bahkan diskriminasi berdasarkan warna kulit semakin tajam. Karena menguntungkan, perbedaan yang menyolok tersebut tetap dipertahankan.
Perkembangan yang didasarkan atas politik kesejahteraan serta politik asosiasi menimbulkan golongan intelektual Indonesia yang penuh dengan kesadaran akan harga dirinya dan sebaliknya sadar akan keadaan serba terbelakang dari masyarakatnya. Timbullah dan kesadaran kaum intelektul Indonesia itu aspirasi-aspirasi untuk mencapai kemajuan yang mereka anggap menjadi haknya dan hak masyarakatnya.
Selama masa 1900-1914 terdapat suasana baik bagi politik etis dan tidak banya dengar kritik terhadapnya. Tetapi sejak 1914 masyarakat mulai bergolak dan banyak dilancarkan kecaman-kecaman bahwa politik etis telah gagal. Dalam kecaman itu juga diutarakan bahwa politik paternalistis tidak memperhitungkan hasrat pada pribumi sendiri setelah ada kesadaran pada mereka. Begitupun dengan munculnya Pergerakan Nasional, maka politik asosiasi praktis kehilangan dasar existensinya. Perkembangan selanjutnya menunjukkan kecenderungan ke arah radikalisasi baik pada pihak pribumi maupun pada pihak Eropa. Pada pihak pribumi, lebih radikalnya pihak Pergerakan Nasional disebabkan oposisi yang dilakukan ditandai oleh perbedaan ras, sedangkan kebebasan dan kemerdekaan diberi prioritas lebih tinggi dan pada kesejahteraan. Menghadapi keadaan baru yang tumbuh di kalangan rakyat tersebut, di pihak kolonialis terdapat perbedaan pendapat. Ada yang menganjurkan untuk menggantikan politik bevoogding (mengasuh selaku wali) menjadi politik ontvoogding (mendewasakan), di mana sikap keras dan mengecarn lambat-laun harus dikurangi. Golongan yang menyokong Hindianisasi Indonesianisasi menganjurkan supaya nasionalisme dihadapi dengan meluaskan lembaga-lembaga pengajaran, aparat pemerintah dalam bidang sosial dan mencega penggunaan ukuran Barat. Dengan demikian secara Iangsung dikehendaki agar nasionalisme Indonesia diakui secara resmi. Pihak para penguasa, terutama Gubernur Jenderal, sangat menguatirkan perkembangan itu, oleh karena dipandang dapat mengancam kelangsungan hidup kolonialisme Belanda. Tantangan serupa juga terdapat dikalangan Belanda yang konservatif, baik pejabat pemerintah maupun pengusaha-pengusaha.
Kesimpulan tentang Sejarah Politik Etis adalah sbb:
Seorang Belanda, Mr.C.Th. van Deventer, sekitar tahun 1899 mengemukakan pendapat, bahwa Belanda berhutang budi kepada Indonesia yang telah memberikan keuntungan besar sekali. Hutang budi itu harus dibayar (dibalas) dengan memajukan Indonesia melalui : pengajaran, pengairan dan pemindahan pendudâk.
Sejalan dengan makin meningkatnya penanaman modal asing, sejak tahun 1900 Pemerintah Belanda menjalankan apa yang disebut sebagai Politik Ethis atau Politik Ethika. Belanda seakan-akan hendak membalas budi bangsa Indonesia seperti apa yang diusulkan oleh van Deventer. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ternyata jauh menyimpang daribalas budi. Diselenggarakannya pengajaran, pengairan dan pemindahan penduduk bukan untuk memajukan bangsa Indonesia, melainkan semata-mata demi kepentingan Pemerintah Belanda sendiri, dan para penanam modal. Untuk jelasnya dapat diterangkan sebagai berikut:
a. Pengajaran:
Didirikannya sekolah-sekolah tidak untuk mencerdaskan orang Indonesia, tetapi disebabkan oleh kebutuhan Pemerintah Belanda dan pengusaha asing akan pegawai-pegawaI rendahan yang murah Indonesia yang dijadikan daerah penghasil bahan mentah, rakyatnya harus tetap bodoh. Rakyat yang bodoh kebutuhannya sedikit. Dengan upah sedikit sudah puas dan sudah bisa hidup. Akibatnya harga pokok bahan mentah tetap murah, hingga Belanda dan para penanam modal akan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Tidak mustahil bila hingga tahun 1942 ketika Belanda pergi dan Indonesia, di sini tidak ada satu universitas pun.
b. Pengairan:
Diselenggarakannya pengairan yang teratur baik tidak untuk sawah-ladang kaum petani, melainkan untuk kepentingan perkebunan-perkebunan tebu dan tembakau milik pengusaha asing. Jadi nasib kaum petani Indonesia tidak berubah.
c. Pemindahan penduduk:
Pemindahan penduduk ke Iuar Jawa, tidak untuk memberikan lapangan kerja baru yang menguntungkan melainkan untuk menyediakan buruh yang murah bagi perusahaan-perusahaan asing.
Para pengusaha asing di luar Jawa, terutama yang mengusahakan perkebunan, sangat sulit memperoleh tenaga dan penduduk setempat. Padahal mereka sangat membutuhkan.
Akibat Politik Etis:
Meskipun tidak diharapkan oleh Belanda, diselenggarakanya pengajaran di Indonesia melahirkan golongan baru dalam masyarakat kita, yaitu golongan terpelajar. Golongan terpelajar mendapat pengajaran menurut sistem Eropa, hingga kemudian mengenal bermacam-macam ilmu pengetahuan Barat. Lambat-laun mereka itu menyadari kepincangan-kepincangan yang terjadi di Indonesia sebagai akibat politik penjajahan.
Golongan terpelajar itulah yang akhirnya memelopori timbulnya pergerakan nasional Indonesi, yang menentang penjajah dan memperjuangkan kemerdekaan dengan cara-cara yang modern.
Demikianlah pembahasan tentang pengertian politik etis lengkap dengan sejarah politik etis dan akibat politik etis. Semoga bermanfaat.
Dalam perkembangannya politik etis sangat jelas terlihat bahwa politik etis yang diberikan belanda sangat pincang artinya berat sebelah atau sama saja, hanya menguntungkan belanda, tetapi para pekerja indonesia sudah puas diberi upah sedikit merasa sangat banyak. Untuk lebih lengkapnya simak pembahasan tentang sejarah politik etis berikut ini:
Sejarah Singkat Politik Etis
Sistem tanam paksa yang dijalankan oleh pemerintah kolonial dengan kekerasan untuk mengejar keuntungan yang berlimpah, ternyata tidak diterima baik oleh semua orang Belanda. Penderitaan rakyat yang tiada taranya karena pengorbanan tenaga, waktu, milik, bahkan martabatnya, untuk kepentingan penjajah asing, telah menggugah hati nurani sekelompok orang Belanda Mereka melancarkan kritik terhadap exploatasi rakyat Indonesia yang berlebih-lebihàn itu.
Exploatasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia yang dilakukan dengan sistim ekonomi liberal, ternyata tidak mengubah nasib rakyat. Perusahaan-perusahaan raksasa asing yang diperkenankan masuk dari Inggris, Amerika, Belgia. Cina, Jepang dan perusahaan-perusahaan Belanda sendiri sama-sama mengejar keuntungan yang tanpa batas tanpa memperhtikan kesejahteraan penduduk yang memberi keuntungan Ratusan juta gulden mengalir ke kantong kapitalis. Politik exploatasi itu juga menim bulkan kritik dari beberapa partai di Negeri Belanda, tetapi karena mereka sendiri terlibat dalam sistem itu maka kritik itu maknanya menjadi kabur.
Expansi yang dilakukan Belanda ke daerah-daerah yang belum dikuasainva menjelang akhir abad ke-19, tidak terlepas darii perkermbangan kapitalisme itu.
Dengan pesatnya perkembangan kapitalisme pada awal abad 20, seperti produksi gula yang naiknya berlipat dua antara tahun 1904 dan 1914, hasil produksi dan pembukaan daerah luar Jawa (perkebunan dan tambang) dari 74 menjadi 305 juta gulden, maka pertahanan daerah jajahan makin diperkuat.
Pemerintah kolonial dengan birokrasinya menjaga kepentingan-kepentingan modal sebaik-baiknya. Akibatnya ialah bawah tekanan terhadap rakyat semakin kuat, dan pembelaan haknya terhadap keganasan kapitalisme modern semakin lemah dan kemerosotan kesejahteraan hidup semakin pesat
Rakyat semakin kehilangan hak-miliknya yang utama, yaitu tanah, bahkan industri rakyat pun mulai terdesak ke belakang. Karena penderitan ini, lama kelamaan timbullah golongan buruh yang berkerja pada perkebunan pabrik dan tambang. Untuk menunjang pesanya kemajuan kapitalise itu menciptakan sarana-sarana bantu seperti pembuatan jalan raya, jalan kereta api, Bandar dan sarana-sarana telekomunikasi
Munculnya Politik Etis
Tumbuhnya kesadaran perikemanusiaan dalam hubungan kolonial, yang melahirkan keinginan untuk memperhatikan nasib rakyat pribumi menjadi program semua partai politik di Negeri Belanda. Pandangan itulah kemudian dikenalsebagai haluan etis, yang kemudian melahirkan politik etis adalah sebagai tanda alas budi atau berhutang budi terhadap bangsa Indonesia yang dikemukakan oleh belanda yang bernama Mr. C. Th Van Deventer sekitar tahun 1899, dan pada tahun 1900 pemerintah belanda menjalankan Politik etis tersebut
Politik ini kemudian didukung oleh Politik Asosiasi yang memandang perlunya kerjasama yang erat antara golongan Eropa dan rakyat pribumi untuk kemajuan tanah jajahan. Sudah tentu kemajuan yang dimaksud itu adalah dalam rangka sistem kolonial. Akhirnya sikap paternal (membapaki) dalam politik Kolonial mulai tampak dalam pidato takhta Ratu Belanda pada tahun 1901, di mana dinyatakan bahwa:
“Negeri belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran serta perkembangan sosial dan otonomi dari penduduk Hindia”.
Politik etis mulai dilaksanakan dengan pemberian bantuan sebesar 40 juta gulden .Begitulah selama periode antara tahun 1900-1914 pemerintah kolonial mulai memperhatikan aspirasi rakyat indonsia yang menginginkan emansipasi dan kemerdekaan. Dicarilah bentuk pemerintahan kolonia yang merupakan suatu sistem dimana Barat dan Timur dapat hidup berdampingan dan member kemungkinan untuk mempersatukan kedua unsure dalam suatu kesatuan politik. Juga terlihat selama periode tahun 1900-1925 banyak kemajuan serta perubahan. Bangunan-bangunan besar didirikan, kesemunya merupakan keharusan dalam kemajuan yang tidak dapat dielakkan atau harus dipenuhi pemerintah belanda dalam membalas budi bangsa Indonesia seperti :
a. Desentralisasi
b. Perubahan-Perubahan pemerintahan
c. Perbaikan Kesehatan rakyat,emigrasi ( transmigrasi )
d. Perbaikan pertanian dan peternakan
e. Pembangunan irigasi dan lalu lintas.
Perkembangan Politik Etis
Pada tahun 1903 diumumkan Undang-Undang Desentralisasi yang menciptakan dewan-dewan lokal, yang mempunyai wewenang membuat peraturan-peraturan tentang pajak dan urusan-urusan bangunan umum ( Sekarang di kelolah Oleh PUTL). Pada tahun 1905 didirikan dewan kota di Jakarta, Jatinegara dan Bogor, dan sudah tentu mayoritas anggotanya orang Belanda. Dalam rangka desentralisasi ini, secara berangsur-angsur dibentuk provinsi dankabupaten sebagai daerah otonom.
Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut diadakanlah dinas pertanian, perikanan, kerajinan, kesehatan dan peternakan.
Pada bidang pendidikan dilakukan perluasan pengajaran pada tahun 1907. Dan sehubungan dengan perluasan aktivitas pemerintah kolonial, didirikanlah departemen-departemen baru. Departemen Pertanian (1904), Departemen Perusahaan-perusahaan Negara, yang pada tahun 1911 digabungkan menjadi Departemen Pertanian, Industri dan Perdagangan. Untuk meningkatkan kesehatan rakyat, dilakukan pemberantasan penyakit menular, seperti pes, kolera, malaria dan sebagainya. Untuk mengurangi penduduk pada daerah-daerah yang padat di Jawa, karena makin meluasnya daerah perkebunan dan bertambahnya penduduk, dilakukan transmigrasi. Mula-mula dan daerah Jawa Tengah ke ujung Jawa Timur untuk bekerja pada perkebunan tebu. Transmigran ke daerah luar Jawa dikirimkan sebagai tenaga kerja ke daerah-daerah perkebunan Sumatra Utara, khususnya di Deli, sedangkan tranmigran ke Lampung mempunyai tujuan untuk menetap. Sejak permulaan abad ini telah dilakukan perluasan pengajaran baik sekolah umum maupun kejuruan dalam berbagai tingkat.
Begitupun beberapa jenis perguruan tinggi dibuka seperti:
1. Perguruan pertanian di Bogor (1902)
2. Perguruan tinggi hukum (1909).
Pada masa ini sekolah swasta mulai tumbuh dan berkembang dengan pesat. Untuk meningkatkan pertanian, pemerintah membangun sistem irigasi yang luas, seperti irigasi Brantas di Jawa Timur. Untuk kepentingan petani dan rakyat kecil didirikan bank-bank kredit pertanian, bank padi, bank simpanan dan rumah-rumah gadai. Koperasi juga didirikan, tetapi kurang mendapat kemajuan. Meskipun usaha ini tidak berhasil mendorong produksi pribumi, tetapi telah berhasil mendidik rakyat mengenai penggunaan uang.
Akhir dari Politik Etis
Meskipun pemerintah telah dapat melaksanakan pembangunan di berbagai bidang akan tetapi oleh karena Tujuan terutama sekali adalah untuk kepentingan induk dan kaum kapitalis Belanda, hasilnya tidak begitu terasa oleh rakyat. Bahkan kehidupan rakyat semakin tergantung kepada pengusaha pemilik modal sebagi penyewa tanah dan tenaganya. Tingkat kehidupan ekonomi rakyat tetap renda. Perbedaan di bidang ekonomi, sosial dan politik antara golongan asing dengan golongan pribumi sangat besar. Bahkan diskriminasi berdasarkan warna kulit semakin tajam. Karena menguntungkan, perbedaan yang menyolok tersebut tetap dipertahankan.
Perkembangan yang didasarkan atas politik kesejahteraan serta politik asosiasi menimbulkan golongan intelektual Indonesia yang penuh dengan kesadaran akan harga dirinya dan sebaliknya sadar akan keadaan serba terbelakang dari masyarakatnya. Timbullah dan kesadaran kaum intelektul Indonesia itu aspirasi-aspirasi untuk mencapai kemajuan yang mereka anggap menjadi haknya dan hak masyarakatnya.
Selama masa 1900-1914 terdapat suasana baik bagi politik etis dan tidak banya dengar kritik terhadapnya. Tetapi sejak 1914 masyarakat mulai bergolak dan banyak dilancarkan kecaman-kecaman bahwa politik etis telah gagal. Dalam kecaman itu juga diutarakan bahwa politik paternalistis tidak memperhitungkan hasrat pada pribumi sendiri setelah ada kesadaran pada mereka. Begitupun dengan munculnya Pergerakan Nasional, maka politik asosiasi praktis kehilangan dasar existensinya. Perkembangan selanjutnya menunjukkan kecenderungan ke arah radikalisasi baik pada pihak pribumi maupun pada pihak Eropa. Pada pihak pribumi, lebih radikalnya pihak Pergerakan Nasional disebabkan oposisi yang dilakukan ditandai oleh perbedaan ras, sedangkan kebebasan dan kemerdekaan diberi prioritas lebih tinggi dan pada kesejahteraan. Menghadapi keadaan baru yang tumbuh di kalangan rakyat tersebut, di pihak kolonialis terdapat perbedaan pendapat. Ada yang menganjurkan untuk menggantikan politik bevoogding (mengasuh selaku wali) menjadi politik ontvoogding (mendewasakan), di mana sikap keras dan mengecarn lambat-laun harus dikurangi. Golongan yang menyokong Hindianisasi Indonesianisasi menganjurkan supaya nasionalisme dihadapi dengan meluaskan lembaga-lembaga pengajaran, aparat pemerintah dalam bidang sosial dan mencega penggunaan ukuran Barat. Dengan demikian secara Iangsung dikehendaki agar nasionalisme Indonesia diakui secara resmi. Pihak para penguasa, terutama Gubernur Jenderal, sangat menguatirkan perkembangan itu, oleh karena dipandang dapat mengancam kelangsungan hidup kolonialisme Belanda. Tantangan serupa juga terdapat dikalangan Belanda yang konservatif, baik pejabat pemerintah maupun pengusaha-pengusaha.
Kesimpulan tentang Sejarah Politik Etis adalah sbb:
Seorang Belanda, Mr.C.Th. van Deventer, sekitar tahun 1899 mengemukakan pendapat, bahwa Belanda berhutang budi kepada Indonesia yang telah memberikan keuntungan besar sekali. Hutang budi itu harus dibayar (dibalas) dengan memajukan Indonesia melalui : pengajaran, pengairan dan pemindahan pendudâk.
Sejalan dengan makin meningkatnya penanaman modal asing, sejak tahun 1900 Pemerintah Belanda menjalankan apa yang disebut sebagai Politik Ethis atau Politik Ethika. Belanda seakan-akan hendak membalas budi bangsa Indonesia seperti apa yang diusulkan oleh van Deventer. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ternyata jauh menyimpang daribalas budi. Diselenggarakannya pengajaran, pengairan dan pemindahan penduduk bukan untuk memajukan bangsa Indonesia, melainkan semata-mata demi kepentingan Pemerintah Belanda sendiri, dan para penanam modal. Untuk jelasnya dapat diterangkan sebagai berikut:
a. Pengajaran:
Didirikannya sekolah-sekolah tidak untuk mencerdaskan orang Indonesia, tetapi disebabkan oleh kebutuhan Pemerintah Belanda dan pengusaha asing akan pegawai-pegawaI rendahan yang murah Indonesia yang dijadikan daerah penghasil bahan mentah, rakyatnya harus tetap bodoh. Rakyat yang bodoh kebutuhannya sedikit. Dengan upah sedikit sudah puas dan sudah bisa hidup. Akibatnya harga pokok bahan mentah tetap murah, hingga Belanda dan para penanam modal akan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Tidak mustahil bila hingga tahun 1942 ketika Belanda pergi dan Indonesia, di sini tidak ada satu universitas pun.
b. Pengairan:
Diselenggarakannya pengairan yang teratur baik tidak untuk sawah-ladang kaum petani, melainkan untuk kepentingan perkebunan-perkebunan tebu dan tembakau milik pengusaha asing. Jadi nasib kaum petani Indonesia tidak berubah.
c. Pemindahan penduduk:
Pemindahan penduduk ke Iuar Jawa, tidak untuk memberikan lapangan kerja baru yang menguntungkan melainkan untuk menyediakan buruh yang murah bagi perusahaan-perusahaan asing.
Para pengusaha asing di luar Jawa, terutama yang mengusahakan perkebunan, sangat sulit memperoleh tenaga dan penduduk setempat. Padahal mereka sangat membutuhkan.
Akibat Politik Etis:
Meskipun tidak diharapkan oleh Belanda, diselenggarakanya pengajaran di Indonesia melahirkan golongan baru dalam masyarakat kita, yaitu golongan terpelajar. Golongan terpelajar mendapat pengajaran menurut sistem Eropa, hingga kemudian mengenal bermacam-macam ilmu pengetahuan Barat. Lambat-laun mereka itu menyadari kepincangan-kepincangan yang terjadi di Indonesia sebagai akibat politik penjajahan.
Golongan terpelajar itulah yang akhirnya memelopori timbulnya pergerakan nasional Indonesi, yang menentang penjajah dan memperjuangkan kemerdekaan dengan cara-cara yang modern.
Demikianlah pembahasan tentang pengertian politik etis lengkap dengan sejarah politik etis dan akibat politik etis. Semoga bermanfaat.